SEJARAH LBH
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Profesi advokat lahir dari masyarakat untuk masyarakat
yang di dorong oleh hati nuraninya untuk berkiprah menegakkan hukum dan
keadilan serta mewujudkan supermisi hukum untuk semua aspek kehidupan. Profesi
advokat/penasehat hukum adalah profesi yang mulia dan terhormat (offium
nobile), menjalankan tugas pekerjaan menegakkan hukum di pengadilan
bersama jaksa dan hakim (officar’s of the court) dimana dalam tugas
pekerjaannya dibawah lindungan hukum dan undang-undang. Jika profesi advokat
telah diatur dengan suatu UU maka agar jelas kiprah dan fungsi serta perannya
ditengah lapisan masyarakatnya khusus pencari keadilan. Advokat perannya
ditengah hukum harus mampu mengoreksi dan mengamati putusan dan tindakan para
praktisi hukum lainnya dan hal ini dibenarkan hukum dan perundang-undangan.
Advokat setiap nafasnya, harus tanggap terhadap
tegaknya hukum dan keadilan ditengah lapisan masyarakat, dengan menghilangkan
rasa takut kepada siapapun dengan tidak membeda-bedakan tempat, etnis, agama,
kepercayaan, miskin atau kaya dan lain-lain. Sebagainya memberi bantuan hukum
setiap saat, demi tegaknya hukum keadilan. Advokat/penasehat hukum mempunyai
kewajiban untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma (prodou) bagi orang
yang tidak mampu, baik dalam perkara perdata maupun dalam perkara pidana bagi
orang-orang yang disangka/didakwa berbuat pidana baik pada tingkat penyidikan
maupun dimuka pengadilan yang oleh pengadilan diperkenankan beracara secara
cuma-cuma. Dalam memberikan bantuan secara cuma-Cuma maka dibentuklah Lembaga
Bantuan Hukum (LBH) untuk golongan miskin dan dapat ditafsirkan sebagai salah
satu usaha agar hukum dapat berperan sebagai pengisi kemajuan pembangunan
(dengan sasaran keadaan yang lebih tertib dan pasti untuk lancarnya usaha
pembangunan). Perlu dikembangkan suatu cara bantuan hukum yang efektif dan
melembaga bagi yang tersangkut perkara, terutama sifat untuk golongan
masyarakat yang kurang mampu.
Di dalam repelita IV, nanti seyogyanya bantuan hukum
dengan tegas dinyatakan sebagai suatu bentuk pelayanan hukum kepada golongan
miskin, dan sesuai dengan peranan yang berubah dari hukum dalam pembangunan
nasional ini. Maka program bantuan hukum diberikan pula suatu kedudukan yang
tersendiri sama dengan program-program lainnya.
Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang di atas maka penulis
dapat mengambil beberapa rumusan masalah
- Dengan
cara apakah agar bantuan hukum yang diberikan kepada orang yang tidak
mampu dapat berfungsi membantu terciptanya ketertiban dan kepastian hukum?
- Mengapa
bantuan hukum itu hanya diberikan bagi golongan yang tidak mampu saja?
- Bagaimanakah
cara membina penyelenggaraan bantuan hukum agar menciptakan masyarakat
yang tertib ?
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah Lahirnya LBH Di Jakarta
Suatu perwujudan dari proses bantuan hukum adalah
suatu wadah yang terbentuk di Jakarta dan diberi nama Lembaga Bantuan Hukum.
Terbetuknya lembaga tersebut sebenarnya merupakan hasil dari gagasan Adnan
Buyung Nasution, di dalam buku yang dikeluarkan oleh Lembaga Bantuan Hukum
dengan judul “Dua tahun Lembaga Bantuan Hukum” (tahun 1972) tercantum dalam
hal-hal sebagai berikut :
“Setelah bulat pikirannya maka dalam kongres III
persatuan advokat Indonesia (Peradin). Sdr Adnan Buyung Nasution dengan resmi
mengajukan gagasan dalam bentuk kertas kerja untuk mendirikan Lembaga Bantuan
Hukum di seluruh Indonesia, dengan permulaan di Jakarta sebagai pilot project.
Maksudnya jika di Jakarta berhasil, maka lembaga ini akan diperluas keseluruh
Indonesia, terutama tetapi tidak terbatas pada kota-kota yang ada cabang
Peradinnya dan/atau fakultas hukumnya. Gagasan tersebut disetujui secara
aklomasi oleh kongres Peradin tersebut, bahkan memilih dan menunjukkan
Sdr. Adnan Buyung Nasution selaku project officer pembentukan Lembaga Bantuan
Hukum tersebut di Jakarta. Gagasan tersebut sudah resmi dilahirkan dan
disponsori oleh kongres Peradin roda bulan Agustus 1969, Namun Sdr. Adnan
Buyung Nasution, S.H. masih memerlukan waktu setahun untuk meng-approach,
mengelolah dari mempersiapkan segala sesuatunya dengan pihak instansi-instansi
yang diperlukan sipil maupun militer, bagi lahirnya Lembaga Bantuan Hukum
tersebut. Dengan surat keputusan dewan pimpinan pusat Peradin no.
001/kep/DPP/IX/1970 tanggal 26 Oktober 1970. yang ditandatangi oleh advokat
Lukman Wirriadinata, S.H. selaku ketua umum dan advokat S. Tasrif, S.H. selaku
sekretaris umum, maka dengan resmi Lembaga Bantuan Hukum/lembaga pembelaan umum
(legal Aid/public refender) didirikan sebagai pilot project peradin yang berdiri
sendiri (otonom) dengan anggaran dasar, dewan kurater, susunan pengurus
maupun tim mintor. Surat keputusan tersebut mulai berlaku tanggal 28 Oktober
1970 bertepatan dengan hari sumpah pemuda, sehingga dengan demikian sebenarnya
tanggal lahir LBH adalah pada tanggal 28 Oktober 1970.
Maka atas permintaan dewan pimpinan pusat peradin
kepada Gubernur kepada daerah khusus ibu kota Jakarta, di keluarkan surat
keputusan No. 1. b. 3/I/31/70 dari gubernur. Surat keputusan tersebut antara
lain berisikan suatu pengukuhan berdirinya Lembaga Bantuan Hukum diwilayah DKI
Jakarta, yang disertai dengan pemberian subsidi. Pada tanggal 1 April 1971
Lembaga Bantuan Hukum menjadi suatu kenyataan dan mulai bekerja secara efektif.
Maksud didirikannya Lembaga Bantuan Hukum tersebut adalah :
- Memberikan
bantuan hukum secara cuma-Cuma kepada masyarakat luas yang tidak mampu
- Menumbuhkan,
mengembangkan serta meninggikan kesadaran hukum dari masyarakat umumnya
dan khususnya kesadaran akan hak-haknya sebagai subjek hukum
- Memajukan
hukum dan pelaksanaan hukum sesuai zaman (modernisasi)
Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai oleh Lembaga Bantuan Hukum
dapat dilakukan cara-cara, antara lain, sebagai berikut :
- Menyelenggarakan
pemberian bantuan hukum/atau pembelaan umum yang meliputi segala pekerjaan
atau jasa advokat terhadap klien-nya di dalam maupun di luar pengadilan
- Mengadakan
ceramah, diskusi, penerangan, penerbitan buku dan brosur dan lain
sebagainya
- Mengadakan
kerjasama dengan lembaga-lembaga/badan-badan/instansi pemerintah
- Menyediakan
diri selaku wadah guna latihan praktek hukum bagi para mahasiswa Fakultas
Hukum
Atas dasar tujuan-tujuan Lembaga Bantuan Hukum, maka
disusunlah beberapa program di dalam jangka waktu antara tahun 1970 –
1982. Program-program tersebut adalah mengenai pengembangan organisasi
pengembangan HAM (Hak Asasi Manusia) pengembangan gagasan bantuan hukum dan
perluasan bantuan hukum. Menarik untuk diungkapkan, adalah
program-program pengembangan gagasan bantuan hukum tersebut dapat dicatat
hal-hal sebagai berikut. Ada 2 tujuan utama :
- Merumuskan
konsep bantuan hukum struktural
- Menyebarkan
konsep bantuan struktural keseluruh wilayah Indonesia pengembangan gagasan
bantuan hukum ini ada 11 program yaitu :
(+) Penataran mahasiswa hukum se Indonesia, tujuannya yaitu
- Meningkatkan
pemahaman mengenai gagasan bantuan hukum
- Meningkatkan
pemahaman mengenai masalah-masalah hukum yang dihadapi masyarakat miskin
dan lapisan bawah masyarakat yang tersentuh dan dilindungi hukum
- Mendorong
mahasiswa hukum untuk menentukan tempat dan peranan mereka ditengah
masyarakat Indonesia dalam rangka memajukan bantuan hukum untuk masyarakat
miskin dan tata hukum
(+) Penataran pengacara muda se Indonesia, tujuan
program ini adalah
- Meningkatkan
pemahaman mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan usaha pembaruan
hukum dan sosial di Indonesia
- Melibatkan
para pengacara muda pada usaha-usaha penegakan HAM dan pengembangan
program bantuan hukum di Indonesia
(+) Penataran wartawan hukum se-Indonesia tujuannya
yaitu untuk melibatkan wartawan dalam program bantuan hukum dan HAM melalui
profesi mereka
(+) Penataran pengacara praktek se-Indonesia tujuannya
untuk :
- Menyempurnakan
pengetahuan dikalangan para pengacara praktek mengenai masalah-masalah
hukum dan sosial yang dihadapi oleh masyarakat miskin di Indonesia
- Mempertinggi
kesadaran dikalangan pengacara praktek mengenai tempat dan peranan mereka
dalam mengembangkan program bantuan hukum untuk masyarakat miskin
(+) Penataran hukum untuk para pemimpin informal
tujuannya adalah
- Menanamkan
kesadaran dikalangan pemimpin informal akan tempat dan peranan mereka di
dalam usaha melindungi masyarakat di pedesaan
(+) Lokakarya bantuan hukum se-Indonesia tujuannya
- Menyediakan
forum untuk pertukaran pengalaman dalam masalah-masalah yang dihadapi oleh
kalangan bantuan hukum
- Memperkokoh
komitmen bersama dalam rangka peningkatan bantuan hukum untuk golongan
miskin
(+) Pengembangan LBH – LBH daerah tujuannya
Untuk memperluas dan meningkatkan pelayanan hukum
untuk masyarakat miskin se – Indonesia
(+) Pendidikan magang
(+) Newsletter, penerbitan Newsletter dalam rangka
komunikasi LBH dengan masyarakat luas
(+) Penerbitan kepustakaan hukum atas kasus-kasus yang
dianggap menarik dan memberi dorongan bagian usaha pembaharuan hukum di
Indonesia
(+) Penerbitan buku pintar ada 6 yaitu
- Buku
pintar untuk mencari keadilan
- Buku
pintar untuk buruh
- Buku
pintar untuk tahanan
- Buku
pintar untuk penyamun
- Buku
pintar untuk petani
- Buku
pintar untuk bantuan hukum
Mengenai program perluasan bantuan hukum yang
dilakukan oleh Lembaga Bantuan Hukum, perlu dicatat hal-hal sebagai berikut :
“Program ini ada 2 kegiatan penelitian yaitu kegiatan
penelitannya untuk petani dan kegiatan penelitian untuk para buruh kota.
Masing-masing mempunyai tujuan utama diadakan kegiatan tersebut.”
Dimuka telah dijelaskan secara panjang lebar mengenai
Lembaga Bantuan Hukum DKI Jakarta, yang dewasa ini masih berkembang terus dan
pesatnya. Di samping Lembaga Bantuan Hukum DKI Jakarta tersebut tercatat adanya
Lembaga Bantuan Hukum Semarang, Medan, Surakarta, Surabaya, Malang. Di samping
lembaga-Lembaga Bantuan Hukum Indonesia. Ada pula organisasi yang bermaksud
untuk menghimpun siapa saja yang berminat untuk memberikan pelayanan hukum,
yaitu Pubadhi (pusat bantuan dan pengabdian hukum)
Peranan/Fungsi Lembaga Bantuan Hukum dalam Melakukan
Advokasi Hukum
Di dalam buku peringatan 2 tahun berdirinya Lembaga
Bantuan Hukum dijelaskan mengenai peranan dan fungsi LBH adalah sebagai berikut
:
- Public
service. Sehubungan dengan kondisi sosial ekonomis karena sebagian besar
dari masyarakat kita tergolong tidak mampu atau kurang mampu untuk
menggunakan dan membayar jasa advokat, maka Lembaga Bantuan Hukum
memberikan jasa-jasanya dengan cuma-cuma
- Social
education. Sehubungan dengan kondisi social cultural, dimana lembaga
dengan suatu perencanaan yang matang dan sistematis serta metode kerja
yang praktis harus memberikan penerangan-penerangan dan petunjuk-petunjuk
untuk mendidik masyarakat agar lebih sadar dan mengerti hak-hak dan
kewajiban-kewajibannya menurut hukum.
- Perbaikan
tertib hokum. Sehubungan dengan kondisi social politic, dimana peranan
lembaga tidak hanya terbatas pada perbaikan-perbaikan di bidang peradilan
pada umumnya pada profesi pembelaan khususnya, akan tetapi juga dapat
melakukan pekerjaan-pekerjaan Ambudsman selaku partisipasi masyarakat
dalam bentuk kontrol dengan kritik-kritik dan saran-saran nya untuk
memperbaiki kepincangan-kepincangan/mengoreksi tindakan-tindakan penguasa
yang merugikan masyarakat
- Pembaharuan
hokum. Dari pengalaman-pengalaman praktis dalam melaksanakan fungsinya
lembaga menemukan banyak sekali peraturan-peraturan hukum yang sudah usang
tidak memenuhi kebutuhan baru, bahkan kadang-kadang bertentangan atau
menghambat perkembangan keadaan. Lembaga dapat mempelopori usul-usul
perubahan undang-undang
- Pembukaan
lapangan (labour market). Berdasarkan kenyataan bahwa dewasa ini tidak
terdapat banyak pengangguran sarjana-sarjana hukum yang tidak atau belum
dimanfaatkan atau dikerahkan pada pekerjaan-pekerjaan yang relevan
dengan bidangnya dalam rangka pembangunan nasional. Lembaga Bantuan Hukum
jika saja dapat didirikan di seluruh Indonesia misalnya satu kantor
Lembaga Bantuan Hukum, di setiap ibu kota kabupaten, maka banyak sekali
tenaga sarjana-sarjana hukum dapat ditampung dan di manfaatkan
- Practical
training. Fungsi terakhir yang tidak kurang pentingnya bahkan diperlukan
oleh lembaga dalam mendekatkan dirinya dan menjaga hubungan baik dengan
sentrum-sentrum ilmu pengetahuan adalah kerja sama antara lembaga dan
fakultas-fakultas hukum setempat. Kerja sama ini dapat memberikan
keuntungan kepada kedua belah pihak. Bagi fakultas-fakultas hukum lembaga
dapat dijadikan tempat lahan praktek bagi para mahasiswa-mahasiswa hukum
dalam rangka mempersiapkan dirinya menjadi sarjana hukum dimana para mahasiswa
dapat menguji teori-teori yang dipelajari dengan kenyataan-kenyataan dan
kebutuhan-kebutuhan dalam praktek dan dengan demikian sekaligus
mendapatkan pengalaman
Peraturan Tentang Bantuan Hukum Terutama oleh Pokrol
Sebelum undang-undang bantuan hukum terbentuk taraf
revolusi sekarang ini perlu diadakan penelitian dalam pemberian bantuan hukum
terutama oleh pokrol (peraturan menteri kehakiman No. I tahun 1965 tentang
pokrol
Pokrol adalah mereka yang memberi bantuan hukum
sebagai mata pencaharian tanpa pengangkatan oleh menteri kehakiman dimana
pokrol berkewajiban menegakkan hukum dengan jalan memberi nasehat, mewakili dan
membantu seseorang, sesuatu badan atau sesuatu pihak di luar maupun di dalam
pengadilan berdasarkan kesadaran bahwa hukum adalah alat revolusi, hukum
berdasarkan Pancasila dan berhaluan manispol usdek, hukum berfungsi pengayoman,
hukum bertujuan mencapai dan meneggakkan masyarakat sosiolis Indonesia yang
adil dan makmur, dan setiap orang mempunyai hak untuk memperoleh bantuan hukum
dan wajib diberi perlindungan yang wajar. Suatu organisasi massa yang menjadi
anggota front nasional atau suatu partai politik dapat menunjuk seorang
anggotanya yang bukan pokrol untuk memberikan bantuan hukum untuk
suatu perkara tertentu di dalam pengadilan terhadap anggota lain yang terlibat
dalam perkara perdata maupun pidana.
Sebagaimana dalam pasal 6 bahwa
- Orang
bukan pokrol akan memberi bantuan hukum di dalam suatu pengadilan hanya
untuk satu perkara tertentu, harus mendaftarkan diri pada kepaniteraan pengadilan
tersebut
- Panitera
pengadilan memberi surat keterangan bantuan hukum untuk perkara yang
bersangkutan dan mencatatnya dalam buku daftar bantuan hukum ketua sedang
pengadilan, meneliti bahwa setiap orang yang akan memberi bantuan hukum
menunjukkan surat pendaftaran pokrol/surat keterangan bantuan hukum dan
menolak mereka yang tidak terdapat menunjuukkan untuk memberi bantuan
hukum
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Profesi advokat lahir dari masyarakat untuk masyarakat
yang didorong oleh hati nuraninya untuk menegakkan hukum dan keadilan. Advokat
harus tanggap terhadap tegaknya hukum dan keadilan di tengah lapisan
masyarakat. Advokat dalam membela kliennya tidak membeda-bedakan antar orang
yang satu dengan yang lainnya. Tanpa melihat tempat, etnis agama, kepercayaan,
miskin atau kaya, dan lain-lain sebagainya memberi bantuan hukum setiap saat.
Bantuan hukum dapat diberikan cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu sehingga
dibentuklah lembaga bantuan hukum untuk golongan orang miskin. Lahirnya suatu
lembaga bantuan hukum dalam melakukan advokasi hukum maka dapat menumbuhkan,
mengembangkan serta meninggikan kesadaran hukum dari masyarakat umumnya dan
khususnya kesadaran akan hak-haknya sebagai subjek hukum. Dengan didirikannya
LBH maka dapat memajukan hukum dan pelaksanaan hukum sesuai dengan perkembangan
zaman.
Adapun peranan/fungsi LBH dalam melakukan advokasi
hukum yaitu dapat kita ketahui bahwa sebagian besar masyarakat kita tergolong
tidak mampu untuk menggunakan dan membayar jasa advokat, maka lembaga bantuan
hukum memberikan jasa-jasanya secara cuma-cuma bagi orang yang membutuhkan
khususnya bagi orang miskin.
Saran
Bantuan hukum secara cuma-cuma kepada orang miskin
perlu dikembangkan agar dapat meringankan beban orang miskin. Yang dapat
membangun kemajuan pembangunan yang tertib dan aman. Bantuan hukum perlu
dikembangkan secara efektif dan melembaga bagi orang yang tidak mampu.
DAFTAR PUSTAKA
Hasil-hasil lokakarya pengkajian kebijakan dan
strategi pembangunan dalam pelita III tentang pemerataan keadilan: 1983.
Rambe, Ropalin. Teknik Praktek Advokat. PT.
Grasindo, Jakarta, 2001/
Soekanto, Soerjono. Bantuan Hukum suatu Tinjauan
Yuridis. Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983.
Undang-undang RI No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Karina Surabaya, 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar